“Perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa”
(2 Raj 25:1-12; Mat 8:1-4)
“ Setelah Yesus turun dari bukit, orang banyak berbondong-bondong mengikuti Dia. Maka datanglah seorang yang sakit kusta kepada-Nya, lalu sujud menyembah Dia dan berkata: "Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku." Lalu Yesus mengulurkan tangan-Nya, menjamah orang itu dan berkata: "Aku mau, jadilah engkau tahir." Seketika itu juga tahirlah orang itu dari pada kustanya. Lalu Yesus berkata kepadanya: "Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka." (Mat 8:1-4), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.
Berrefleksi atas bacaan-bacaan hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:
· Para imam Yahudi tidak percaya kepada Yesus sebagai Penyelamat Dunia, pemenuhan janji Allah untuk menyelamatkan dunia, dan kiranya juga tidak mampu ‘menyembuhkan mereka yang sakit’. Maka ketika ada orang sakit kusta disembuhkan oleh Yesus, Ia berpesan kepadanya: "Ingatlah, jangan engkau memberitahukan hal ini kepada siapa pun, tetapi pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam dan persembahkanlah persembahan yang diperintahkan Musa, sebagai bukti bagi mereka.". Siapapun yang merasa diri dan menghayati diri sebagai ‘ciptaan Allah’, yang datang dari Allah serta hidup bersama dan bersatu dengan Allah kiranya dapat menyembuhkan mereka yang sedang menderita sakit maupun menyembuhkan dirinya sendiri yang sedang sakit. Sehat, sembuh dan sakit memang erat kaitannya dengan iman, persembahan diri seutuhnya kepada Tuhan. Maka jika kita mengakui diri sebagai orang beriman, marilah menghayati iman kita secara mendalam dan menjadi nyata dalam perbuatan-perbuatan seperti “kebajikan, pengetahuan,: penguasaan diri, iri ketekunan, kesalehan,kasih akan saudara-saudara dan kasih akan semua orang” (lih 1Pet 1:5-7). Keutamaan-keutamaan itulah yang menjadi modal atau kekuatan untuk hidup sehat, segar dan tegar serta menyembuhkan aneka macam bentuk penyakit. Yang merasa diri sebagai ‘imam’ atau kita semua sebagai orang beriman memiliki cirikhas ‘imamat umum’, marilah kita perdalam dan tingkatkan serta sebarluaskan keutamaan-keutamaan tersebut. Jika kita sendiri pada saat ini merasa sakit (sakit hati, sakit jiwa, sakit akal budi, sakit tubuh), marilah dengan rendah hati menghadap Tuhan atau sesama kita sambil berkata: “Tuan, jika Tuan mau, Tuan dapat mentahirkan aku”.
· “Sisa-sisa rakyat yang masih tinggal di kota itu dan para pembelot yang menyeberang ke pihak raja Babel dan sisa-sisa khalayak ramai diangkut ke dalam pembuangan oleh Nebuzaradan, kepala pasukan pengawal itu. Hanya beberapa orang miskin dari negeri itu ditinggalkan oleh kepala pasukan pengawal itu untuk menjadi tukang-tukang kebun anggur dan peladang-peladang”(2Raj 25:11-12) Kebanggaan kerajaan dan kota seperti bangunan dan tempat ibadat dihancurkan dan rakyat ‘diangkut ke dalam pembuangan’, ‘beberapa orang miskin dari negeri itu ditingggalkan untuk menjadi tukang kebun anggur dan peladang’, hal ini terjadi karena kebrengsekan atau kebejatan moral para pemimpin atau petinggi serta keserahakan orang kaya. Kasus ini kiranya mirip seperti terjadi di daerah-daerah wisata atau peristirahatan di Negara kita, maupun aneka proyek dan perusahaan. Terjadi penjajahan ekonomi, sehingga warganegara tidak menjadi tuan di negeri sendiri melainkan menjadi buruh atau pekerja. Para pemilik tanah telah menjual tanahnya untuk dibangun dan didirikan tempat peristirahatan atau perusahaan dan kemudian mereka menjadi pembantu/pekerja, yang sangat tergantung pada pemilik tempat peristirahatan maupun perusahaan. Maka dengan ini kami mengingatkan dan mengajak kita semua, marilah kita sungguh menjadi ‘tuan di negeri sendiri’, dan untuk itu kita harus memiliki kemauan, ketekunan dan keteguhan hati untuk mengurus dan mengelola sebaik mungkin negeri kita beserta seluruh kekayaannya. Tidak ada kata ‘terlambat’ jika kita mau, antara lain marilah kita upayakan pendidikan yang bermutu bagi anak-anak atau bangsa kita, entah di dalam keluarga, sekolah/perguruan tinggi maupun di dalam masyarakat. Pengalaman dan pencermatan mereka atau bangsa yang terdidik dapat menjadi ‘tuan di negeri sendiri’ dan dengan demikian hidupnya damai dan sejahtera serta bahagia. Maka hendaknya dana dan tenaga dicurahkan ke kegiatan pendidikan. Perhatikan juga mereka yang miskin dan berkekurangan agar dapat menikmati pendidikan bermutu di negeri kita yang tercinta ini.
“Bagaimanakah kita menyanyikan nyanyian TUHAN di negeri asing? Jika aku melupakan engkau, hai Yerusalem, biarlah menjadi kering tangan kananku! Biarlah lidahku melekat pada langit-langitku, jika aku tidak mengingat engkau, jika aku tidak jadikan Yerusalem puncak sukacitaku” (Mzm 137:4-6)
Jakarta, 27 Juni 2008
sumber : Romo Maryo
0 Komentar:
Post a Comment
Setelah dibaca apa anda punya komentar untuk artikel diatas ?
Jika anda merasa tersentuh, terinspirasi, termotivasi dengan artikel ini bagikan bersama kami dengan meninggalkan pesan, kesan atau komentar apa saja.
Semoga komentar anda dapat menjadi semangat bagi yang lainnya.