Alkisah ada seorang anak muda yang baru lulus sekolah. Pemuda ini meminta hadiah sebuah mobil pada ayahnya. Ketika tiba hari kelulusannya, si ayah memberikannya sebuah hadiah yang terbungkus rapi.
Ketika membuka hadiahnya pemuda itu sangat kecewa, karena hadiah yang diberikan ayahnya hanya sebuah Alkitab bersampul warna hijau dan bertulisan warna emas. Maka tanpa melihatnya lebih jauh lagi, pemuda itu mendatangi ayahnya untuk memprotes. Pemuda ini setelah protes dengan marah kepada ayahnya dan membanting hadiah itu di depannya lalu memutuskan untuk pergi dari rumah karena telah dikecewakan. Begitu pergi dari rumah, ia tak pernah sekali pun mengunjungi ayahnya karena masih merasa kecewa dan marah.
Tapi suatu ketika ia menerima kabar bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Mendengar hal ini, pemuda itu lalu pulang kembali ke rumah untuk mengurus barang-barang peninggalan ayahnya itu. Waktu ia sedang mengemasi barang-barang tersebut, ia menemukan Alkitab yang dulu dihadiahkan ayahnya kepadanya. Ketika ia sedang memegang Alkitab itu, secara tak sengaja jatuh dari tangan dan dari dalamnya tercecer beberapa lembar kertas. Ia memungut salah satu kertas itu yang ternyata sebuah surat yang ditujukan si ayah kepadanya.
Demikian isi surat itu: "Anakku yang terkasih, Alkitab ini Ayah hadiahkan kepadamu sebagai pedoman dan pegangan hidupmu, di dalamnya ada segala nasihat dan pertolongan yang engkau perlukan dalam mengarungi hidup. Tapi Ayah juga melampirkan selembar cek yang boleh engkau pakai untuk membeli mobil idamanmu itu. Dari ayah yang mencintaimu" Ketika selesai membacanya ia juga menemukan cek yang dimaksud ayahnya itu. HADIAH ITU! Maka menangislah ia sejadi-jadinya, seandainya saja dulu ia tidak emosi dan memutuskan untuk meninggalkan rumah, tentu masih bisa menghabiskan waktu bersama ayahnya sebelum ia meninggal. Ternyata selama ini ayahnya telah memberikan hadiah yang ia inginkan . Alangkah bodohnya dia. Tapi sekarang menyesal pun sudah tak ada gunanya lagi karena ayah yang sangat menyayanginya telah pergi.
Cerita ini hendaknya menjadi cerminan untuk kita sendiri, Tuhan juga telah memberi hadiah terindah kepada kita, Anak-Nya yang tunggal serta sebuah buku yang berisi segala nasihat, perkataan ,janji dan surat cinta-Nya kepada kita, yaitu Alkitab. Tapi yang sering terjadi, seperti pemuda dalam cerita di atas, hadiah itu malah kita biarkan tergeletak begitu saja di atas meja dilapisi debu tebal karena tak pernah disentuh. Sebegitu sajakah penghargaan kita pada sebuah buku yang paling indah di dunia itu? Mari hal ini sama-sama kita jadikan renungan. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari. (Lucia Andriani)
dikirim oleh : Gunawan
Ketika membuka hadiahnya pemuda itu sangat kecewa, karena hadiah yang diberikan ayahnya hanya sebuah Alkitab bersampul warna hijau dan bertulisan warna emas. Maka tanpa melihatnya lebih jauh lagi, pemuda itu mendatangi ayahnya untuk memprotes. Pemuda ini setelah protes dengan marah kepada ayahnya dan membanting hadiah itu di depannya lalu memutuskan untuk pergi dari rumah karena telah dikecewakan. Begitu pergi dari rumah, ia tak pernah sekali pun mengunjungi ayahnya karena masih merasa kecewa dan marah.
Tapi suatu ketika ia menerima kabar bahwa ayahnya telah meninggal dunia. Mendengar hal ini, pemuda itu lalu pulang kembali ke rumah untuk mengurus barang-barang peninggalan ayahnya itu. Waktu ia sedang mengemasi barang-barang tersebut, ia menemukan Alkitab yang dulu dihadiahkan ayahnya kepadanya. Ketika ia sedang memegang Alkitab itu, secara tak sengaja jatuh dari tangan dan dari dalamnya tercecer beberapa lembar kertas. Ia memungut salah satu kertas itu yang ternyata sebuah surat yang ditujukan si ayah kepadanya.
Demikian isi surat itu: "Anakku yang terkasih, Alkitab ini Ayah hadiahkan kepadamu sebagai pedoman dan pegangan hidupmu, di dalamnya ada segala nasihat dan pertolongan yang engkau perlukan dalam mengarungi hidup. Tapi Ayah juga melampirkan selembar cek yang boleh engkau pakai untuk membeli mobil idamanmu itu. Dari ayah yang mencintaimu" Ketika selesai membacanya ia juga menemukan cek yang dimaksud ayahnya itu. HADIAH ITU! Maka menangislah ia sejadi-jadinya, seandainya saja dulu ia tidak emosi dan memutuskan untuk meninggalkan rumah, tentu masih bisa menghabiskan waktu bersama ayahnya sebelum ia meninggal. Ternyata selama ini ayahnya telah memberikan hadiah yang ia inginkan . Alangkah bodohnya dia. Tapi sekarang menyesal pun sudah tak ada gunanya lagi karena ayah yang sangat menyayanginya telah pergi.
Cerita ini hendaknya menjadi cerminan untuk kita sendiri, Tuhan juga telah memberi hadiah terindah kepada kita, Anak-Nya yang tunggal serta sebuah buku yang berisi segala nasihat, perkataan ,janji dan surat cinta-Nya kepada kita, yaitu Alkitab. Tapi yang sering terjadi, seperti pemuda dalam cerita di atas, hadiah itu malah kita biarkan tergeletak begitu saja di atas meja dilapisi debu tebal karena tak pernah disentuh. Sebegitu sajakah penghargaan kita pada sebuah buku yang paling indah di dunia itu? Mari hal ini sama-sama kita jadikan renungan. Jangan sampai kita menyesal di kemudian hari. (Lucia Andriani)
dikirim oleh : Gunawan
0 Komentar:
Post a Comment
Setelah dibaca apa anda punya komentar untuk artikel diatas ?
Jika anda merasa tersentuh, terinspirasi, termotivasi dengan artikel ini bagikan bersama kami dengan meninggalkan pesan, kesan atau komentar apa saja.
Semoga komentar anda dapat menjadi semangat bagi yang lainnya.