17 January 2009

Posted by ShureX Posted on January 17, 2009 | 1 comment

Kejujuran Tukang Becak

Hari minggu yg lalu saya & istri pulang dari belanja di pasar di belakang perumahan kami yang jaraknya sekitar 1 km, biasanya kami naik motor tetapi karena hari itu sedang hujan gerimis dan kebetulan sayuran yang di beli lumayan banyak karena untuk persediaan selama satu minggu akhirnya kami memutuskan naik becak.

Setelah turun dari becak, saya membereskan sayuran yang hendak di simpan di kulkas dan istri saya memasak di dapur. Setelah makan kami tidur sebentar dan sekitar jam 3 sore kami berniat mengajak anak kami Larasati naik bom-bom car di mall.

Masalah muncul ketika istri saya mencari dompet tetapi tidak ditemukan. Saya coba ingatkan dia kapan terkahir kali meletakkan dompetnya. Istri saya mencoba megingat-ingat sejak pertama kali belanja di pasar sampai terakhir kali membayar becak. Tidak ada yang terlewatkan kata dia. Akhirnya sore itu kami sibuk mencari dompet istri saya, mulai dari lemari pakaian, tas kerja, saku celana bahkan sampai sayuran yang sudah masuk kulkas tidak luput dari pencarian kami.

Setelah dua jam sibuk mencari akhirnya kami pasrah. Sudah relakan saja, mungkin Tuhan bermaksud memberikan rejeki kita kepada orang yang lebih membutuhkan, hibur saya saat itu. Istri saya terlihat sangat bingung dan cemberut karena di dalam dompet terdapat berapapa kartu kredit, KTP, SIM dan juga sedikit uang tunai.

Selepas bedug maghrib sekitar jam 18.30, ada seorang bapak dan anak kecil bertamu kerumah kami. Saya mencoba mengingat wajah bapak tersebut, dan tidak salah dia adalah tukang becak yang kami naiki dari pasar tadi pagi.

"Maaf apakah ini rumahnya Ibu sosro" tanya dia dengan santun.

"Betul, ada perlu apa bapak kemari?" jawab saya.

"Oh, begini mas, tadi sore istri saya menemukan dompet ini di bawah jok sewaktu sedang mencuci becak, dan saya baca alamatnya ada di perumahan ini" kata bapak itu sambil memberikan dompet warna hitam.

Memang benar dompet tersebut milik istri saya yang hilang sejak tadi pagi. Saya buka dompet dan lihat isinya ternyata masih utuh, baik uang tunai maupun yang lainnya. Tidak ada barang secuil-pun yang hilang, bahkan uang 300rb juga masih utuh.

Saya pandangi wajah bapak dan anak yang sedang di gendongnya, tulus. Walaupun hanya mengenakan pakaian lusuh tetapi wajahnya memancarkan aura bening yang jarang saya temui pada tukang becak lainnya.

"Ya sudah mas, saya mohon pamit dulu. Kasihan istri sudah menunggu di rumah".

"Ohh..ya... terima kasih pak" kata saya sambil menyodorkan beberapa uang puluhan ribu sebagai "balas jasa" atas kebaikan hatinya.

"Tidak usah pak, terima kasih. Sudah menjadi kewajiban kami untuk mengembalikan barang yang bukan milik kami" jawab tukang becak itu menolak pemberian saya.

Dan masih dengan senyum yang tulus tukang becak itu pergi meninggalkan saya yang masih terbengong-bengon dengan kejadian barusan.

Aneh!!!...
Dijaman yang seperti ini masih ada tukang becak seperti dia. . . (saya
sampai lupa menanyakan namanya), di saat orang saring berebut harta dan
kekuasaan untuk menyenangkan diri sendiri bahkan dengan menghalal-kan segala
cara.

Apakah ini teguran dari Tuhan agar saya meniru sikap tukang becak tersebut. Atau??....Entahlah . . . (semoga saya bisa mengambil hikmah dari tukang becak tersebut)

di kirim oleh : Gundolo Sosro


Klinik Rohani Links :
http://www.klinikrohani.com/

1 comment:

  1. Seharusnya kita ga heran...
    karena memang seharusnya seperti itu.

    Yang kita harus heran adalah mengapa banyak orang yang tidak berbuat seperti apa yang dibuat tukang becak tadi...???

    ReplyDelete

Setelah dibaca apa anda punya komentar untuk artikel diatas ?
Jika anda merasa tersentuh, terinspirasi, termotivasi dengan artikel ini bagikan bersama kami dengan meninggalkan pesan, kesan atau komentar apa saja.

Semoga komentar anda dapat menjadi semangat bagi yang lainnya.

  • Text Widget