24 November 2008

Posted by Klinik Rohani Posted on November 24, 2008 | 1 comment

Memberi dari Kekurangan

"Janda ini memberi dari kekurangannya bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."


Bacaan Hari ini :
[Why 14:1-3.4b-5; Luk 21:1-4]

"Ketika Yesus mengangkat muka-Nya, Ia melihat orang-orang kaya memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan.Ia melihat juga seorang janda miskin memasukkan dua peser ke dalam peti itu. Lalu Ia berkata: "Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua orang itu. Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya, tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh nafkahnya."(Luk 21:1-4), demikian kutipan Warta Gembira hari ini.

Berrefleksi atas bacaan-bacaan serta mengenangkan pesta St.Andreas Dung Lac, imam dan kawan-kawannya, martir Vietnam, hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

· Dalam tradisi Yahudi dan kiranya diteruskan oleh orang Kristen atau Katolik ada kebiasaan yang disebut persembahan/persepuluhan, yaitu mempersembahkan sepersepuluh (10%) dari pendapatan untuk keperluan Gereja, hidup para petugas Gereja maupun karya-karya pelayanan pastoral Gereja. Orang kaya mempersembahkan sepersepuluh (10%) dari pendapatannya berarti masih tersisa 90% dan kiranya dalam jumlah nominal cukup besar; sementara itu jika orang miskin mempersembahkan pendapatan sehari rasanya secara nominal lebih kecil dari persembahan 10% dari orang kaya, namun secara persentase pendapatan lebih besar karena mempersembahkan 100% pendapatannya alias ‘seluruh nafkahnya atau hidupnya’.

Maka Yesus mengatakan bahwa janda miskin lebih banyak memberi persembahan dari pada orang-orang kaya. Andreas Dung Lac dan kawan-kawan awam lainnya, para martir Vietnam, yang kita kenangkan hari ini telah mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah dengan melayani sesamanya setiap hari. Maka baiklah kita meneladan para martir yang kita kenangkan hari ini atau janda miskin yang mempersembahkan seluruh nafkahnya/hidupnya. Memang kiranya mustahil jika kita menyerahkan seluruh pendapatan kepada Gereja atau kepentingan umum, maka baiklah segala usaha dan kerja kita senantiasa terarah pada kesejahteraan umum, bukan hanya diri sendiri atau kelompoknya sendiri.

Mereka yang memiliki pembantu atau pegawai/buruh alias para pengusaha saya ajak untuk menjamin kesejahteraan mereka bersama keluarganya selayaknya, sebaliknya mereka yang merasa miskin dan berkekurangan hendaknya senantiasa juga berbuat baik kepada sesamanya dari kelemahan dan kekurangannya, dan mungkin dengan mempersembahkan tenaga demi sesamanya. “Memberi dari kelimpahan atau kelebihan” berarti membuang sampah alias menjadikan orang lain/yang diberi ‘tempat sampah’ dan dengan demikian melecehkan atau merendahkan yang lain. “Memberi dari kekurangan” itulah persembahan yang sejati dan benar.

· "Mereka ditebus dari antara manusia sebagai korban-korban sulung bagi Allah dan bagi Anak Domba itu. Dan di dalam mulut mereka tidak terdapat dusta; mereka tidak bercela" (Why 14:4b-5) “Di dalam mulut tidak terdapat dosa dan tidak bercela”, itulah panggilan dan tugas pengutusan kita semua sebagai orang beriman. Memang apa yang keluar melalui mulut dengan kata-kata merupakan cermin apa yang ada di dalam hati alias mencerminkan jati diri pribadi yang bersangkutan. Kata-kata yang keluar dapat menyakitkan atau menimbulkan kebencian, tetapi juga dapat menawan, memikat dan mempesona. Yang menawan, memikat dan mempesona pun juga belum tentu benar dan dapat dusta sebagaimana dilakukan oleh para penjahat.

Sebagai orang beriman kita semua dipanggil untuk tidak berdusta alias jujur dalam berkata-kata. "Jujur adalah sikap dan perilaku yang tidak suka berbohong dan berbuat curang, berkata-kata apa adanya dan berani mengakui kesalahan, serta rela berkorban untuk kebenaran" (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 17). Marilah kita jujur terhadap diri sendiri, sesama maupun Tuhan. Jujur merupakan nilai atau keutamaan nurani, artinya bernilai pada dirinya sendiri: dengan menghayati nilai atau keutamaan kejujuran orang akan bermutu dalam hal kepribadian, sehingga ia menarik dan memikat bagi siapapun yang bergaul dengannya. Memang pertama-tama dan terutama kita harus jujur terhadap diri sendiri, dan kemudian baru dapat jujur terhadap sesama.

Jika kita bertindak tidak jujur mungkin untuk sementara tidak ketahuan orang lain, namun pada waktunya akan ketahuan juga, sebagaimana dikatakan dalam pepatah “sepandai-pandai tupai meloncat akhirnya jatuh juga”. Entah kita jujur atau tidak jujur Tuhan tahu segalanya dan kita tidak mungkin menyembunyikan diri dari Tuhan. Memang ada rumor dalam bahasa Jawa “jujur kojur” (= jujur hancur), tetapi sadari dan hayati bahwa kehancuran tersebut merupakan ‘korban persembahan kepada Allah’, sebagaimana telah dihayati oleh Yesus, Tuhan dan Guru kita.


“TUHANlah yang empunya bumi serta segala isinya, dan dunia serta yang diam di dalamnya. Sebab Dialah yang mendasarkannya di atas lautan dan menegakkannya di atas sungai-sungai."Siapakah yang boleh naik ke atas gunung TUHAN? Siapakah yang boleh berdiri di tempat-Nya yang kudus?" "Orang yang bersih tangannya dan murni hatinya, yang tidak menyerahkan dirinya kepada penipuan, dan yang tidak bersumpah palsu. Dialah yang akan menerima berkat dari TUHAN dan keadilan dari Allah yang menyelamatkan dia” (Mzm 24:1-5).


Jakarta, 24 November 2008

Sumber : Romo Maryo


Klinik Rohani Links :
http://www.klinikrohani.com/


Categories:

1 comment:

  1. nice blog also visit my new post in seelaninfo please add my blog in to your fiends link list.

    ReplyDelete

Setelah dibaca apa anda punya komentar untuk artikel diatas ?
Jika anda merasa tersentuh, terinspirasi, termotivasi dengan artikel ini bagikan bersama kami dengan meninggalkan pesan, kesan atau komentar apa saja.

Semoga komentar anda dapat menjadi semangat bagi yang lainnya.

  • Text Widget