Karena Kau Cintaku
Meniti hari meniti waktu / Membelah langit belah samudra Ikhlaslah sayang kukirim kembang / Tunggu aku...
tunggu aku...
Tak ingin segera melepaskan pelukan. Erat, dan semakin kuat merengkuh. Lalu dielusnya dengan lembut wajah teduh yang dihiasi pancaran kesabaran dan kasih sayang itu. Kedua pasang mata saling menatap mesra, penuh selaksa cinta.
Tangan pun perlahan takzim diciumnya, berharap kelak merengkuh surga. Kemudian kaki tegap melangkah dengan iringan senyum serta do'a adinda. Sosok tubuh itu tampak semakin menjauh, namun hati akan selalu menautkan bulir-bulir rindu.
Lelaki biasa itu sesungguhnya sosok yang begitu sederhana. Dirinya hadir untuk mengisi rongga jiwa yang dahaga setelah tiba pertemuan yang ditentukan Sang Pemilik Cinta. Kala itu, memang tak ada mahar intan permata atau janji sebuah istana nan megah.
Ikatan suci pun hanya diikrarkan dalam bingkai kesederhanaan di mata manusia. Penuh harapan, menyulam pinta rahmat Sang Pencipta.
Sosok tegarnya memang tak pernah ragu mencari rezeki walau hanya sekadar sesuap nasi. Hatinya teguh, bahkan ketika semburat merah belum sempurna karena sang surya masih meringkuk di peraduan. Demi keluarga, jiwa serta raga rela digadang dengan kerasnya kehidupan. Meniti hari dan waktu, dibelahnya langit serta samudra.
Berharap kelak dapat mengirim kembang untuk yang disayang.
Terima kasih ya Allah...
Sungguh teramat indah kehidupan dua anak manusia yang saling mencinta. Dan bukankah dengan cinta itu telah menjadikan sepasang manusia rela bersatu?
Rinduku dalam semakin dalam / Perjalanan pasti kan sampai Penantianmu semangat hidupku / Kau cintaku kau intanku Do'akanlah sayang / Harapkanlah manis Suamimu segera kembali / Suamimu, suami yang baik
Selalu...
Penantian yang tercinta di rumah akan membangkitkan jutaan harapan. Sehingga, lahirlah dua hati yang saling merindukan. Karenanya pula semangat semakin meluap dan sekujur tubuh terasa lebih bergelora.
Impian pun menyelimuti jiwa hingga menggerakkan raga untuk menjadikannya sebuah kenyataan. Kerinduan memang senantiasa melahirkan kebahagiaan.
Kembali dipatrinya di lubuk hati, lelaki perkasa adalah seseorang yang mendapatkan sedikit harta dengan cucuran keringat sendiri. Kemudian dengan itu diberikannya makanan dan pakaian untuk dirinya serta orang-orang terkasih. Wanita yang senantiasa menunggu kepulangannya di rumah juga tak pernah meminta lebih.
Sabar menerima apa saja yang diberikan, apatah lagi itu semua adalah tanda cinta sang belahan jiwa.
Ketangguhannya mencari nafkah sungguh menyemburatkan bangga. Keikhlasan membanting tulang demi keluarga, bahkan walau dengan bergenang air mata darah menunjukkan jati dirinya sebagai qawwam. Tak heran, bau keringatnya setelah seharian mencari nafkah selalu menebarkan aroma kerinduan.
Duhai Pemilik Cinta...
Betapa sujud panjang dan tetesan air mata kesyukuran seakan tak ada arti dengan apa yang selama ini telah Engkau berikan. Lelaki itu sesungguhnya bukanlah Nabi Daud yang juga senantiasa mencari makan dari hasil usahanya sendiri. Namun, semoga pula jerih payahnya menuai pahala tiada jeda dan henti.
Dan, ketika untuk kesekian kalinya bola mata sang istri menyorotkan tanya di saat sosok itu pulang di malam yang larut. Bahkan rasa capainya belum lagi enggan hilang, sang suami pun menjawab dengan lembut, "Karena kau cintaku..."
Selalu, dan senantiasa hanya karena itu.
Ter-untuk bundaku sayang,
semoga kita tegar dalam menghadapi cobaan ingatlah saat sang surya memancarkan rona kemerahan saat kokok ayam saling bersahutan saat embun pagi menyentuh kulit saat canda sang buah hati mengisi jiwa kita saat sang empunya kehidupan menebarkan rahmatnya saat itulah kita selalu berharap akan rahmat dan karunia-NYA . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
Meniti hari meniti waktu / Membelah langit belah samudra Ikhlaslah sayang kukirim kembang / Tunggu aku...
tunggu aku...
Tak ingin segera melepaskan pelukan. Erat, dan semakin kuat merengkuh. Lalu dielusnya dengan lembut wajah teduh yang dihiasi pancaran kesabaran dan kasih sayang itu. Kedua pasang mata saling menatap mesra, penuh selaksa cinta.
Tangan pun perlahan takzim diciumnya, berharap kelak merengkuh surga. Kemudian kaki tegap melangkah dengan iringan senyum serta do'a adinda. Sosok tubuh itu tampak semakin menjauh, namun hati akan selalu menautkan bulir-bulir rindu.
Lelaki biasa itu sesungguhnya sosok yang begitu sederhana. Dirinya hadir untuk mengisi rongga jiwa yang dahaga setelah tiba pertemuan yang ditentukan Sang Pemilik Cinta. Kala itu, memang tak ada mahar intan permata atau janji sebuah istana nan megah.
Ikatan suci pun hanya diikrarkan dalam bingkai kesederhanaan di mata manusia. Penuh harapan, menyulam pinta rahmat Sang Pencipta.
Sosok tegarnya memang tak pernah ragu mencari rezeki walau hanya sekadar sesuap nasi. Hatinya teguh, bahkan ketika semburat merah belum sempurna karena sang surya masih meringkuk di peraduan. Demi keluarga, jiwa serta raga rela digadang dengan kerasnya kehidupan. Meniti hari dan waktu, dibelahnya langit serta samudra.
Berharap kelak dapat mengirim kembang untuk yang disayang.
Terima kasih ya Allah...
Sungguh teramat indah kehidupan dua anak manusia yang saling mencinta. Dan bukankah dengan cinta itu telah menjadikan sepasang manusia rela bersatu?
Rinduku dalam semakin dalam / Perjalanan pasti kan sampai Penantianmu semangat hidupku / Kau cintaku kau intanku Do'akanlah sayang / Harapkanlah manis Suamimu segera kembali / Suamimu, suami yang baik
Selalu...
Penantian yang tercinta di rumah akan membangkitkan jutaan harapan. Sehingga, lahirlah dua hati yang saling merindukan. Karenanya pula semangat semakin meluap dan sekujur tubuh terasa lebih bergelora.
Impian pun menyelimuti jiwa hingga menggerakkan raga untuk menjadikannya sebuah kenyataan. Kerinduan memang senantiasa melahirkan kebahagiaan.
Kembali dipatrinya di lubuk hati, lelaki perkasa adalah seseorang yang mendapatkan sedikit harta dengan cucuran keringat sendiri. Kemudian dengan itu diberikannya makanan dan pakaian untuk dirinya serta orang-orang terkasih. Wanita yang senantiasa menunggu kepulangannya di rumah juga tak pernah meminta lebih.
Sabar menerima apa saja yang diberikan, apatah lagi itu semua adalah tanda cinta sang belahan jiwa.
Ketangguhannya mencari nafkah sungguh menyemburatkan bangga. Keikhlasan membanting tulang demi keluarga, bahkan walau dengan bergenang air mata darah menunjukkan jati dirinya sebagai qawwam. Tak heran, bau keringatnya setelah seharian mencari nafkah selalu menebarkan aroma kerinduan.
Duhai Pemilik Cinta...
Betapa sujud panjang dan tetesan air mata kesyukuran seakan tak ada arti dengan apa yang selama ini telah Engkau berikan. Lelaki itu sesungguhnya bukanlah Nabi Daud yang juga senantiasa mencari makan dari hasil usahanya sendiri. Namun, semoga pula jerih payahnya menuai pahala tiada jeda dan henti.
Dan, ketika untuk kesekian kalinya bola mata sang istri menyorotkan tanya di saat sosok itu pulang di malam yang larut. Bahkan rasa capainya belum lagi enggan hilang, sang suami pun menjawab dengan lembut, "Karena kau cintaku..."
Selalu, dan senantiasa hanya karena itu.
Ter-untuk bundaku sayang,
semoga kita tegar dalam menghadapi cobaan ingatlah saat sang surya memancarkan rona kemerahan saat kokok ayam saling bersahutan saat embun pagi menyentuh kulit saat canda sang buah hati mengisi jiwa kita saat sang empunya kehidupan menebarkan rahmatnya saat itulah kita selalu berharap akan rahmat dan karunia-NYA . . . . . . . . . . . . . . . . . . .
0 Komentar:
Post a Comment
Setelah dibaca apa anda punya komentar untuk artikel diatas ?
Jika anda merasa tersentuh, terinspirasi, termotivasi dengan artikel ini bagikan bersama kami dengan meninggalkan pesan, kesan atau komentar apa saja.
Semoga komentar anda dapat menjadi semangat bagi yang lainnya.