(untuk adinda: Khaerunisa)
Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam yang membayangi dan terus mengikuti hinggap pada kata-kata yang tak pernah sanggup kususun juga untukmu, adik kecil
Belum lama kudengar berita pilu
yang membuat tangis seakan tak berarti
saat para bayi yang tinggal belulang
mati dikerumuni lalat karena busung lapar
: aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?
Lalu kulihat di televisi
ada anak-anak kecil
memilih bunuh diri
hanya karena tak bisa bayar uang sekolah karena tak mampu membeli mie instan juga tak ada biaya rekreasi
Beliung pun menyerbu dari berbagai penjuru menancapi hati mengiris sendi-sendi diri sampai aku hampir tak sanggup berdiri
: sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri benarkah ini terjadi di negeri kami?
Lalu kudengar episodemu adik kecil
Pada suatu hari yang terik
nadimu semakin lemah
tapi tak ada uang untuk ke dokter
atau membeli obat
sebab ayahmu hanya pemulung
kaupun tak tertolong
Ayah dan abangmu berjalan berkilo-kilo tak makan, tak minum sebab uang tinggal enam ribu saja mereka tuju stasiun sambil mendorong gerobak kumuh kau tergolek di dalamnya berselimut sarung rombengan pias terpejam kaku
Airmata bercucuran
peluh terus bersimbahan
Ayah dan abangmu
akan mencari kuburan
tapi tak akan ada kafan untukmu
tak akan ada kendaraan pengangkut jenazah hanya matahari mengikuti memanggang luka yang semakin perih tanpa seorang pun peduli
: aku pun bertanya sambil berteriak pada diri benarkah ini terjadi di negeri kami?
Tolong bangunkan aku, adinda
biar kulihat senyummu
katakan ini hanya mimpi buruk
ini tak pernah terjadi di sini
sebab ini negeri kaya, negeri karya.
Ini negeri melimpah, gemerlap.
Ini negeri cinta
Ah, tapi seperti duka
aku pun sedang terjaga
sambil menyesali
mengapa kita tak berjumpa, Adinda
dan kau taruh sakit dan dukamu
pada pundak ini
Di angkasa layang-layang hitam
semakin membayangi
kulihat para koruptor
menarik ulur benangnya
sambil bercerita
tentang rencana naik haji mereka
untuk ketujuh kalinya
Aku putuskan untuk tak lagi bertanya
pada diri, pada ayah bunda, atau siapa pun sementara airmata menggenangi hati dan mimpi.
: aku memang sedang berada di negeriku
yang semakin pucat dan menggigil
dikutip dari: http://helvytr.multiply.com
Kesedihan adalah kumpulan layang-layang hitam yang membayangi dan terus mengikuti hinggap pada kata-kata yang tak pernah sanggup kususun juga untukmu, adik kecil
Belum lama kudengar berita pilu
yang membuat tangis seakan tak berarti
saat para bayi yang tinggal belulang
mati dikerumuni lalat karena busung lapar
: aku bertanya pada diri sendiri
benarkah ini terjadi di negeri kami?
Lalu kulihat di televisi
ada anak-anak kecil
memilih bunuh diri
hanya karena tak bisa bayar uang sekolah karena tak mampu membeli mie instan juga tak ada biaya rekreasi
Beliung pun menyerbu dari berbagai penjuru menancapi hati mengiris sendi-sendi diri sampai aku hampir tak sanggup berdiri
: sekali lagi aku bertanya pada diri sendiri benarkah ini terjadi di negeri kami?
Lalu kudengar episodemu adik kecil
Pada suatu hari yang terik
nadimu semakin lemah
tapi tak ada uang untuk ke dokter
atau membeli obat
sebab ayahmu hanya pemulung
kaupun tak tertolong
Ayah dan abangmu berjalan berkilo-kilo tak makan, tak minum sebab uang tinggal enam ribu saja mereka tuju stasiun sambil mendorong gerobak kumuh kau tergolek di dalamnya berselimut sarung rombengan pias terpejam kaku
Airmata bercucuran
peluh terus bersimbahan
Ayah dan abangmu
akan mencari kuburan
tapi tak akan ada kafan untukmu
tak akan ada kendaraan pengangkut jenazah hanya matahari mengikuti memanggang luka yang semakin perih tanpa seorang pun peduli
: aku pun bertanya sambil berteriak pada diri benarkah ini terjadi di negeri kami?
Tolong bangunkan aku, adinda
biar kulihat senyummu
katakan ini hanya mimpi buruk
ini tak pernah terjadi di sini
sebab ini negeri kaya, negeri karya.
Ini negeri melimpah, gemerlap.
Ini negeri cinta
Ah, tapi seperti duka
aku pun sedang terjaga
sambil menyesali
mengapa kita tak berjumpa, Adinda
dan kau taruh sakit dan dukamu
pada pundak ini
Di angkasa layang-layang hitam
semakin membayangi
kulihat para koruptor
menarik ulur benangnya
sambil bercerita
tentang rencana naik haji mereka
untuk ketujuh kalinya
Aku putuskan untuk tak lagi bertanya
pada diri, pada ayah bunda, atau siapa pun sementara airmata menggenangi hati dan mimpi.
: aku memang sedang berada di negeriku
yang semakin pucat dan menggigil
dikutip dari: http://helvytr.multiply.com
0 Komentar:
Post a Comment
Setelah dibaca apa anda punya komentar untuk artikel diatas ?
Jika anda merasa tersentuh, terinspirasi, termotivasi dengan artikel ini bagikan bersama kami dengan meninggalkan pesan, kesan atau komentar apa saja.
Semoga komentar anda dapat menjadi semangat bagi yang lainnya.